Showing posts with label pendidikan. Show all posts
Showing posts with label pendidikan. Show all posts

Wednesday, December 28, 2011

Antara Pendidikan Jahiliyah Modern dan Pendidikan Islami Bag. 1

Kita dan Pendidikan Anak Kita Masa Kini
 
Kita, Ummat Islam yang hidup di abad ini terlahir di tengah budaya jahiliyah. Sadar atau tidak sadar, kita tak dapat menghindarinya. Kita memang terlahir sebagai anak muslim karena orangtua kita juga muslim, namun apakah kita sudah ’di-Islam-kan’ dengan baik oleh orangtua kita? Dengan segala hormat kepada mereka yang sangat kita cintai, namun tetap saja harus diakui bahwa kita belum diberikan pengajaran, pemahaman dan pembiasaan sebagai muslim sejati. -Atau mungkin ada sebagian (kecil) diantara kita ada yang telah mendapatkannya dari orangtua mereka namun diperkirakan pastilah jumlahnya tak banyak-. Sejak lahir hingga besar kita sangat dipengaruhi budaya jahiliyah Indonesia dengan segala versinya, ada versi tradisonal Indonesia, versi modern barat, versi kombinasi dll.
Sesaji yang diletakkan di halaman depan bangunan utama (tempat singgasana sultan)
(ket gambar: Sesaji yang diletakkan di halaman di depan bangunan utama keraton (tempat singgasana Sultan) )

Dapat dikatakan budaya Indonesia saat ini sama sekali tidak mencerminkan statistik pemeluk Islam yang mayoritas. Jumlahnya memang banyak (meskipun kini semakin turun rasionya dibandingkan dengan non muslim), namun apa yang di yakini, di jalankan, bahkan dijadikan hukum sama sekali bukan Islam. Kita bahkan tak tahu apa itu Islam lebih dari sekedar definisi rukun Islam yang 5 dan rukun Iman yang 6. Kita hanya mengetahui ”narasi”nya, tanpa pemahaman apalagi internalisasi dan sibghah[1].

Friday, November 25, 2011

Merubah Paradigma Pendidikan


Tak dapat dipungkiri, pendidikan telah berkontribusi pada kemajuan peradaban manusia. Tetapi, ada problem besar di dalam sistem pendidikan kita. Itulah sebabnya, sebagian besar pemerintah melakukan reformasi pendidikan umum (public education).
Alasan untuk reformasi pendidikan itu yang pertama karena alasan ekonomi, untuk mengantarkan anak-anak agar dapat selaras dengan perekonomian abad 21, yang terus berevolusi dengan cepat dan semakin sulit diprediksi. Alasan kedua adalah karena faktor budaya, bagaimana tetap mempertahankan identitas budaya lokal di tengah terpaan globalisasi yang sangat dahsyat.

Di dalam model yang selama ini berjalan, dengan pendidikan anak-anak bekerja keras, lulus & mendapatkan ijazah, kemudian bekerja. Problemnya, anak-anak sekarang tidak terlalu percaya dengan rumus itu. Kelulusan dan ijazah tak menjamin pekerjaan.
Sir Ken Robinson, salah satu tokoh pendidikan dan penulis buku “The Element”, menyatakan bahwa salah satu sebab yang paling mendasar adalah karena sistem pendidikan yang berjalan saat ini dirancang dengan asumsi-asumsi pada masa lalu, yang tak lagi sesuai dengan kondisi saat ini.

Sistem pendidikan saat ini dirancang dalam kultur intelektual abad pencerahan dan sistem ekonomi yang dihasilkan oleh revolusi industri (sekitar abad 18). Pada saat itu, sistem pendidikan umum menjadi hal yang revolusioner karena sebelumnya belum pernah ada sistem pendidikan yang massal untuk masyarakat. Sistem baru ini dibayar dengan uang pajak, wajib bagi semua orang, dan disampaikan dengan gratis sehingga bisa menjangkau banyak orang.

Sunday, November 20, 2011

Islamic Homeschooling for Everyone

Upaya mengembalikan fungsi rumah sebagai wahana tarbiyah Islamiyyah sebagaimana diamalkan Salaful Ummah


Home-Schooling secara harfiah berarti : bersekolah di rumah.

Home-Schooling diselenggarakan ketika orangtua berkeberatan atau merasa kesulitan menyekolahkan anaknya, baik karena alasan jarak (karena tinggal di pedalaman, misalnya) ataupun karena alasan-alasan tertentu lainnya.(tidak ada pilihan sekolah bermanhaj salaf misalnya)

Mengapa disebut Home-Schooling (bersekolah di rumah), bukan Home-Learning (belajar di rumah) ? Padahal istilah yang kedua sebenarnya lebih tepat. Barangkali ini adalah bias budaya. Kita maklum, saat ini bersekolah merupakan tradisi yang sudah sedemikian merata. Hingga kemudian dianggap suatu kelaziman, atau bahkan keharusan bagi anak-anak.

Karena itu, ketika seseorang mencoba untuk tidak menyekolahkan anaknya maka dia khawatir akan dianggap telah melakukan 'pelanggaran terhadap hak asasi anak'.

Untuk itulah, barangkali, para orangtua yang menyelenggarakan pembelajaran anak-anak mereka di rumah seakan hendak 'membela diri', bahwa merekapun sebenarnya menyekolahkan anak-anak mereka juga. Hanya berbeda lingkungan dan metodenya. Itulah, mengapa kemudian disebut Home-Schooling. Untungnya, dalam hal ini pemerintah tidak salah kaprah sehingga menetapkan kebijakan : wajib belajar. Dan tidak menetapkan wajib bersekolah.