Saturday, November 26, 2011

Bagaimana Memulai Homeschool..??

Bismillah

Disusun oleh Mutiara Ummu Sumayyah

Bagi anda yang tertarik dan masih bingung bagaimana memulai homeschool buat anak-anaknya, disini saya kutipkan summary Question & Answer dari milis SHS ( sunni home schooling ) paling tidak bisa menjawab sebagian besar keraguan kita. Jika ada yang terlewat anda bisa langsung bertanya lewat milis SHS atau di FACEBOOK fan pagenya


Pertanyaan :
Ana mau tanya.
*Bagaimana cara memulai HS?
Apa harus daftar ke diknas (kalau iya, apa syarat dan berapa biaya)?
*Bagaimaina kurikulum pelajaranx? Bebas atau ikut diknas?
Untk Tk gmana?
*Unttk ujian naik kelas dan rapot apa ada? Dan Mekanismenya gmana?
* jam belajarnya per hari brp jam, perminggu berapa hari atau flexible aja?

# Jawaban ary susanti ummu abbas :
Ana mau tanya.
> *Bagaimana cara memulai HS?
= Mulai saja umm dari yang mudah dan dari yang kita bisa ^^

> Apa harus daftar ke diknas (kalau iya, apa syarat dan berapa biaya)?
= Setahu ana nggak perlu daftar dan nggak ada biayanya. Daftar nanti ketika mau
ikut ujian paket atau daftar ke sekolah kalau mau ikut ujian dengan sekolah.


> *Bagaimaina kurikulum pelajaranx? Bebas atau ikut diknas?
= Bebas umm, tapi kalau mau ikut ujian diknas tentu sebaiknya ikut kurikulum
diknas.

> Untuk TK gmana?
= sama saja umm untuk semua jenjang pendidikan.

> *Untuk ujian naik kelas dan rapot apa ada?
= Tergantung bagaimana HSnya. Ada HS gabung dengan komunitas, spt gabung dengan
umm khoulah, ust abu maryam dan ust fathurohman sptnya pakai mekanisme raport.
cmiw... mungkin yg bersangkutan bisa lebih menjelaskan. Kalau ana sampai saat
ini masih HS tunggal, jd tidak pakai raport.

Mekanismenya bagaimana?
= tergantung masing2 komunitas umm, nggak ada mekanisme yg baku.

> * jam blajarx per hari brp jam, perminggu brap hri atau flexible aja?
= fleksibel umm.

# Jawaban Rieska Ummu Fauzan :
Begini nih kalo urusan menulis panjang,bukannya gak mau kasih masukan atau informasi,masalahnya waktu untuk menulis panjang belum bisa apalagi ngetiknya 11 jari...hehehe..
Untuk memulai HS sebenernya gak usah terlalu formil, apalagi klo HS tunggal alias hanya untuk anak sendiri.
 

Kapan aja kita bisa mulai malah kadang secara tidak sadar kita sudah memulai dengan mengenalkan anak beraneka macam warna, bentuk, fungsi benda, asal suatu benda dll.
Ini untuk yang TK atau dikenal pendidikan anak usia dini.
Apa saja bisa jadi obyek belajar anak. Syaratnya cuma menyenangkan bagi anak, jadi proses belajar HS bukan memindahkan sekolah kedalam rumah. Suasana sekolah  yang  kaku, anak duduk, diam, dengar tidak terjadi di HS. Mungkin worksheet yang kita download dari internet bisa membantu kita menambah variasi belajar pada anak. Buku belajar bisa dari zikrul hak, erlangga dll..memang banyak gambar makhluk hidupnya tapi mau bagaimana lagi sumber belajar dari orang2 yang semanhaj dengan kita masih sangat terbatas. Atau bisa juga dengan berlangganan majalah ababil (weiss promo.com neh)
 

Untuk legalitas, kalo TK gak usah pusing apalagi pake rapot,ijin dsb. Banyak kok SD mau menerima anak 'lulusan' HS tanpa rapot TK. Sebut saja SD Islam yang ada di Rawa Lumbu..semua menerima anak2 'lulusan' HS...bahkan sudah 2 tahun terakhir anak2 HS menempati urutan pertama nilai masuk SD2 Islam di Rawa Lumbu. Jadi tidak diragukan lagi legalitas dan kwalitasnya.(cieeee...)
 

Sedangkan untuk SD, karena komunitas kami secara tidak langsung hanya memegang anak2 HS usia TK, dan untuk yang SD, kami meminta rapot kosong untuk kami isi dengan penuh tanggung jawab, kepada HS Al Mumtaz-nya Ummu Khoulah. Itu pun allhamdulillah sudah 3 orang yang beralih dari HS ke SD reguler dan diterima dengan tangan terbuka oleh para kepsek di sekolah masing2, sebut saja Jarir, anak ust. Ari Tanjung Priok yang pindah ke SD-nya Ust Jazuli, Hanin anak Ummu Hanin pindah ke SD Islam Salman Al Farisi dan Yazid anak Ibu Apri yang pindah ke SD islam Al Farisi (walaupun akhirnya ortunya kembali meng-HS kan anaknya).
Ini juga yang selalu ditanyakan oleh new comer di HS yaitu kurikulum dan waktu belajar.
 

Kurikulum kita bisa bebas memilih dan biasanya temen2 banyak yang trial and error,mereka coba dengan buku terbitan balai pustaka, misalnya, ternyata kurang cocok, ganti ke grasindo,kurang cocok ganti ke al-shofwah, cocok! ya udah pakai lah buku paket yang ada dan cocok..Untuk yang lebih pengalaman ada yang lebih pede dan merasa lebih cocok pake kurikulum internasional, baik Arab Saudi maupun Oxford atau Cambridge. Atau mau bikin sendiri pun tidak masalah.
 

Waktunya pun sangat sangat fleksible.. Kapan saja orang tua dan anak siap belajar silahkan. Atau seperti anak2 Ust. Abdullah Mas'ud, Cipayung, keluarga mereka ba'da subuh dipegang abinya untk tahsin, tahfidz dan bahasa Arab sampai sekitar jam 8, sedangkan umminya menyelesaikan pekerjaan 'dalam negeri'nya setelah itu anak2 istirahat dilanjutkan bersama umminya untuk 'mata pelajaran' umum. Dan abinya brangkat kerja. Jangan dibayangkan suasananya, dengan anak yang lebih dari 4 maka suasanyanya di buat senyaman mungkin. Sambil tiduran, sambil ngemil sambil menyusui dan sambil-sambil lainnya. Asalkan ketika komunikasi dengan anak perhatian orang tua jangan berpaling. Ketika anak mengerjakan tugas kita bisa melanjutkan aktivitas yang lain.
Berbeda jika berkomunitas. Ada jadwal yang harus ditepati dengan keluarga yang lain, ada jadwal mata pelajaran yang akan dievaluasi atau dibahas.
Sayang saya belum sempat mencari file tentang UU DIKNAS yang melegalkan HS sebagai pendidikan alternatif. Mungkin yang lain bisa bantu.

# Jawaban Beta Andri Abu Abbas :
Memulai HS bisa diawali dengan mengenal gaya belajar anak. Keluarga kami menggunakan pendekatan pengenalan gaya belajar Visual-Audio-Kinestetis. Sebenernya fase ini intinya adalah mengenal pribadi anak secara mendalam. Tidak sulit tho karena anak kita sendiri, mungkin juga kita sudah banyak tahu bagaimana sifat anak kita.

Seorang anak juga tidak bisa didikotomikan sebagai Visual saja atau Audio saja. Kita bisa menyimpulkan anak kita dominan Visual atau Audio, namun tetap harus diselingi dengan gaya belajar lainnya (anak audio tidak melulu di-MP3-kan). Insya Allah ortu HS bisa kok merasakan gaya belajar dominan anak kita sendiri.

Hasil analisis juga tidak valid utk sepanjang umur anak. Bisa jadi di rentang umur ini, anak dominan Video tapi nanti akan dominan Audio. Gaya belajar kan terpengaruh lingkungan juga. Kalo dulu belum memanfaatkan komputer untuk belajar, kemudian ketika ada rejeki bisa beli komputer, tentu bisa mempengaruhi gaya belajar anak.

Kalo sharing pengalaman, dulu Abbas waktu umur2 di bawah 6 tahun lebih dominan kinestetis. Seneng diajak kegiatan outdoor. Sekarang umur 7 lebih seneng di dalam rumah.

Menurut pengalaman keluarga kami, mengenal gaya belajar anak dapat membantu ortu HS memilih dan merancang kegiatan yang sesuai untuk anak.

#Jawaban Maya Dwi Lestari Ummu Jita :
Saya hanya mau membagi pengalaman saya bersama Jita, yang sekarang setara kelas 1 SD.

Bila mau diringkas, fase belajar Jita kurang lebih seperti ini:

Fase awal: saya menyebutnya fase "apapun yang kamu mau lah"Awal mula HS, saat Jita berumur 3tahun, saat itu saya belum menemukan komunitas. "belajar"nya kayak orang ga belajar, main2, apapun yang dilakukan anak semaksimal mungkin kita dampingi dan arahkan menjadi sesuatu yang lebih bermakna dari sekedar bermain. Jadi misalnya, si anak lagi mandi, ya...diselingi saja, menyebut warna, berhitung, menghafal doa masuk WC, dan sebagainya.

Fase kedua: saya menyebutnya fase "Ibu mulai bingung nih". Pada usia menjelang 5 tahun, anak saya sudah bisa membaca, maka saya berpikir sudah tidak bisa lagi belajar tanpa rencana (unschooling), saya pun membuat berbagai desain, mengumpulkan buku, modul, saya coba, ganti, coba, ganti lagi hingga beberapa kali, sampai menemukan cara dan materi yang paling tepat untuk anak sambil terus menjalankan program hafalan, baca iqro; menulis. Sayangnya, saya tidak membuat portofolio saat itu, padahal dengan portofolio, saya bisa mencobanya lagi untuk adik-adiknya. Jadwal belajar belum bisa fixed, tetapi mulai ada ritme belajar walaupun tidak selalu terpenuhi.

Fase ketiga: saya menyebutnya fase "rumput tetangga lebih hijau nih". Fase ini terjadi memasuki usia 6 tahun, saat teman-temannya ribut mencari SD, sempat goyah juga, merasa belum mendapatkan ritme dan metode belajar yang cocok. Hampir 'menyerah' memasukkan ke SD, tapi anaknya malah sedih, katanya lebih enak belajar sama Ibunya. Setengah Ge er, saya pun tambah semangat. Sempat pula tergiur untuk menerapkan cara belajar yang sama dengan keluarga HS lain, tetapi saya melihat kenyataannya menjalankan HS bagaikan garis belang pada Zebra, atau bintik-bintik pada macan tutul, atau garis-garis di telapak tangan kita; tak ada satu keluarga pun yang memiliki pola yang identik dengan keluarga HS lain. Ada yang senang dengan memanggil guru, ada yang menjalankan HS dengan kombinasi les, ada yang lebih banyak belajar secara online, dan sebagainya. Anak saya sendiri lebih senang variasi dari belajar online dan paper use karena dia sangat senang menggambar. Alhamdulilah menyadari hal ini, perasaan rendah diri dan tak mampu pelan-pelan luntur.

Fase ke empat--sekarang: saya menyebutnya fase : "mulai asyik nihhhh..." pada fase ini (yang saat ini kami rasakan) saya dan anak-anak mulai mendapatkan pola belajar yang kami sukai, belajar bersama-sama (kakak dan adik) dengan kombinasi antara online sources, paper use, mendongeng, ritmik, dan kriya. Alhamdulillah kurikulum, metode dan jadwal tak lagi menjadi masalah utama kami, justru masalah utama pada masa ini adalah :'yang mana mau dipelajarai lebih dulu ya???? Saya juga menggunakan buku-buku yang dipakai sekolah-sekolah internasional di Jakarta dengan harga 5000 rupiah/buah ditambah bonus majalah (kalo soal buku second, alhamdulillah kita udah punya CS, ya nggak umm Harits? he he he).

fase-fase selanjutnya akan menanti kami.....semoga bermanfaat

#Jawaban Abu Samhan Fatkhurohman

Dengan segala kerendahan hati, saya ingin berbagi pengalaman tentang
penyelenggaraan Sekolah rumah.

Sebetulnya kebingungan yang ikhwah hadapi untuk menyelenggarakan Sekolah
rumah, sama dengan yang kami hadapi pada masa yang lampau,
Kami bingung, bagaimana cara memulainya, Tapi alhamdulillah Allah
memberikan jalan keluar atas kebingungan kami tersebut.
Walaupun kami sudah tahu bahwa sekolah rumah itu diakui, tapi kadang-kadang
juga ada sedikit kekhawatiran.
Untuk lebih memantapkan hati kami maka kami juga mengikuti seminar nasional
yang diadakan Diknas yang dipandu oleh Kak seto, sehingga tambah mantap
untuk kami untuk mlanjutkan program Sekolah rumah ini.

Sebetulnya, tidak terlalu sulit untuk memulainya insya Alloh, tapi karena
kurang informasi maka terasa gamang, walaupun keinginan sangat besar.

Sistim Sekolah rumah ini diakui oleh Diknas, bahkan ada dirjennya yaitu
Dirjen Pendidikan Luar sekolah (PLS)

Program PLS terdiri dari dan program ini adalah gratis (cuma-cuma)
1. Program Pemberantasan buta huruf
Target : Orang dewasa
2. Program Kejar Paket A (SD), Paket B (SMP), C (SMA), Paket D (D2)
Target : - Anak usia sekolah sampai dewasa dperuntukkan untuk yag putus
sekolah/daerah terpencil/pekerja usia dini/pesantren/anak
jalanan/nelayan/PSK dll
3. Program PAUD (pendidikan usia Dini)
Target : Untuk anak usia TK yang tidak bisa masuk TK
4. Program Life Skill : Untuk Remaja dan dewasa yang menginginkan
ketrampilan yang produktif.

Untuk program Sekolah rumah; menginduk pada pragram kejar paket A atau B
atau C atau D
Untuk program sekolah rumah setingkat SD menginduk pada program kejar paket
A.

Standar penyelenggaraan Paket A adalah sebagai berikut :
1. Kumpulkan peserta Didik 15~20 orang
2. Penyelenggara 1 orang
3. Tutor 2 orang (siapa aja yang bisa/ tidak perlu S1)
4. Laporkan ke Dik nas kecamatan atau menginduk pada PKBM yang sudah ada.
PKBM adalah Program kegiatan belajar masyarakat, yang dikelola oleh para
"relawan"
5. Dana akan turun untuk, penyelenggara, tutor, siswa
6. Buku panduan mata pelajaran diberikan secara "cuma-cuma"
7. Ujian Negara-->ijazah negara.
8. Tempat belajar --> dimana saja boleh bahkan dikolong jembatan juga boleh,
pakai tiker saja juga boleh.
9. Seragam apa saja boleh

Itu standarnya, Jadi program paket itu ditujukan bagi mereka yang karena
alasan tertentu tidak dapat masuk ke sekolah formal.
jadi penyelenggaraan program paket itu disesuaikan dengan tujuan dari pihak
penyelnggara.

Untuk sekolah rumah (Home schooling) masuk kepada program paket ini,
sehingga ijazah yang diberikan adalah ijazah paket setara dan dapat
melanjutkan kejenjang sekolah berikutnya termasuk sekolah tinggi.
berdasarkan UU sisdinas no 20.

Untuk cara memulai program sekolah rumah, ada beberapa cara (berdasarkan
pengalaman)
A. Swadaya
1. Mulai saja, kelas anak disesuaikan dengan usia
2. Tutor dari orang tua atau yang ditunjuk.
3. Pakai buku panduan Paket A /B/C atau juga pakai buku yang banyak di toko
4. Waktu belajar terserah kita, anak belajar minimal 2 x 3 jam
4. Ujian semester adakan sendiri
5. rapot : buat sendiri; pakai lembaran nilai juga boleh
6. Nanti kalau sudah kelas 6 daftarka ke penyelenggara ujian negara
7. bila anak dapa menyelesaikan soal ujian negara dengan benar, anak lulus,
mendapat Ijazah
8. Ujian diselenggarakan tiap tahun sekitar bulan september

B. dengan dana bantuan dari pemerintah
1. Mulai saja, kelas anak disesuaikan usianya,
2. Waktu kelas 4 daftarkan ke PKBM setempat untuk di data, dan akan dapat
bantuan sampai kelas 6

C. Penyelenggaraan sekolah rumah tidak hanya setara SD saja bahkan sampai
SMA pun ada programnya

D. Bagi ikhwan-ikhwan yang kesulitan untuk mendaftarkan ke PKBM setempat,
bisa menginduk sementara ke karawang, sampai bisa mendapatkan jalur di
diknas setempat.

Tentang Fokus pembelajaran yang lainnya terserah kita
Contoh :
di "K" fokus pembelajaran pada Dirosah Arobiyyah dan Tahfidz al quran,
Aqidah dan manhaj salaf
Sistem pembelajaran Boarding school dari senin sampai jum'at, Sabtu dan ahad
Libur

di kota "C" fokus pembelajaran "sama" sistem belajar : senin - jumat belajar
di rumah, sabtu & minggu boarding school dll

Kesimpulannya :
Sistem penyelenggaraan bebas, terserah kita, yang penting anak didik dapat
lulus ujian pada saat ujian negara. Namun untuk lulus ujian negara tersebut
tentunya dengan proses belajar yang disiplin Insya Allah.

Mungkin ini dulu yang dapat dipaparkan, kurang lebihnya mohon maaf kalau ada
hal yang kurang berkenan,

Wallahu a'lam

Abu Samhan Fatkhurohman (KARAWANG)

0 comments:

Post a Comment