Saturday, November 26, 2011

Mengapa Tidak Perlu Ijazah Guru untuk Homeschooling

Begini pertanyaan yang sering ditanyakan kepada orang tua homeschooling:
Bagaimana mungkin kamu pikir kamu bisa memberikan pendidikan yang setara dengan sekolah?
Bagaimana mungkin kamu bisa, padahal pendidikanmu tidak setinggi guru-guru di sekolah? Setiap guru paling tidak sudah lulus sarjana, bahkan mereka sudah mendapatkan sertifikat mengajar. Kamu kan nggak? Kalau misalnya kamu juga sarjana, kamu kan cuma punya satu gelar di satu bidang studi. Mana mungkin kamu mengalahkan semua guru sekolah yang memegang gelar di bidangnya masing-masing?
Misalnya, anakmu lemah dalam pelajaran Fisika, dan kamu membayar seorang mahasiswa teknik untuk memberikan les tambahan. Dalam beberapa bulan, dengan les yang cuma dua jam sepekan sekali, nilai-nilai ujian Fisika anakmu meningkat, dan kamu merasa puas.
Lalu kenapa, bagaimana bisa, seorang mahasiswa yang tidak berpengalaman mengajar ratusan murid bertahun-tahun, tidak punya gelar sarjana, tidak punya sertifikasi guru, seperti guru Fisika di sekolah, ternyata bisa mengajar anakmu dengan lebih baik?

Guru sekolah memiliki tanggung jawab terhadap keseluruhan kelas.
Dia bahkan tidak menangani satu kelas dengan 45 orang murid saja, ada belasan kelas lainnya. Perhatian satu-lawan-satu yang bisa dia berikan sangat terbatas, dan bisa dibilang tidak ada sama sekali. Guru Fisika itu kenal anakmu juga nggak. Dia cuma ingat dengan si anak cerdas berbakat yang ikut cerdas-cermat Fisika ke Jakarta.

Guru Fisika itu tidak bisa menghentikan pelajaran hanya karena ada satu orang murid tidak mengerti, dia harus meneruskan demi kepentingan murid-murid lainnya. Dia memiliki tanggung jawab kepada kurikulum, tanggung jawab pada seluruh kelas. Kalau pun dia memperlambat kecepatan pelajaran, dia tidak akan tahu ada anak yang tidak mengerti sampai ujian berikutnya.

Lagipula anak yang tidak mengerti selalu diam-diam saja di kelas, takut ketahuan guru, soalnya kalau tidak mengerti pasti dia disuruh mau ke papan tulis untuk mengerjakan soal. Dia takut dipermalukan di depan teman-temannya. Di kelas dia bisa melamun dan tidak ketahuan, bisa pura-pura sedang mendengarkan guru padahal sedang mengkhayal. Kalau pun tidak mengerti dia tidak berani bertanya karena khawatir juga dimarahi. Guru tidak tahu karena perhatian guru terpecah pada 44 orang anak lainnya.

Sedangkan guru privat yang hanya mahasiswa itu, dengan mudah menyesuaikan pelajaran dengan pemahaman anak. Dia langsung tahu kalau muridnya tidak paham, dan dengan ulet mencari cara penjelasan lain, menyediakan soal-soal lain, sampai akhirnya muridnya itu paham dan bisa meningkatkan nilai ujiannya di sekolah.

Bersama guru privat, anak belajar dengan konsentrasi penuh, semua pertanyaan dan jawaban tersedia untuk melayani anak itu seorang.
Jadi meskipun seorang guru sekolah memiliki gelar dan kelebihan pengalaman dari guru privat yang cuma mahasiswa itu, setting pengajaran di kelas tidak memungkinkan terjadi proses belajar mengajar yang efektif.

Seperti juga guru privat, begitu juga dengan guru homeschooling (orang tua). Orang tua homeschooling tidak perlu sertifikasi guru, tidak perlu lulus S3 semua bidang, baru bisa mengajar anak-anak mereka. Pengajaran satu-lawan-satu dalam homeschooling sudah menjamin anak akan lebih paham daripada jika dia bersama guru yang harus mengajar seruangan penuh. (Atau mungkin lebih dari satu kalau anak orang tuanya banyak tetapi pasti tidak sebanyak di kelas).

Belum menguasai materi? Tidak apa-apa, karena orang tua juga bisa belajar bersama-sama anak sambil mengajari. Bisa cari guru privat yang bertanggung jawab. Bisa cari kursus jarak jauh lewat internet. Bisa cari kelompok belajar luar sekolah. Bisa cari di buku-buku dan internet.
Sumber daya yang bisa dipergunakan praktisi homeschooling ada banyak sekali, yang sama sekali tidak dibatasi oleh tembok-tembok rumah.


Hasilnya pasti lebih baik daripada melemparkan anak ke sekolah lalu tinggal tunggu hasil tanpa tahu-menahu apa yang dia pelajari. Ijazah diterima tetapi kepala anaknya kosong melompong karena segala ilmu yang dipelajari sudah lupa sehari setelah ujian. Lulus sekolah, si anak bingung mau bekerja apa karena tidak punya keterampilan apa-apa yang bisa dijual. Lho kok ternyata mengerjakan seabrek PR dan ujian itu sama sekali tidak berguna dalam menggali minat dan bakatku ya?

Sukses tidak ada hubungannya dengan ijazah sekolah, sukses sangat besar hubungannya dengan sikap mental dan keyakinan diri bahwa ‘aku bisa sukses’. Orang tua harus waspada dan melindungi anak-anak dari pesan-pesan negatif yang menghancurkan kepercayaan dirinya, yang diperolehnya dari sosialisasi di sekolah. Bukannya kita malah memperbesar efek pesan negatif itu di rumah! Itu kan menghancurkan potensi sukses anak sendiri namanya.


Sumber : Andini Rizky

0 comments:

Post a Comment