Wednesday, July 18, 2012

Terlalu Banyak Menuntut Ilmu Di Dunia Maya



Kemajuan teknologi di zaman ini membuat orang mudah mendapatkan berita dan mengakses ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan fasilitas di dunia maya melalui berbagai situs dan blog dan ditunjang dengan jejaring sosial di dunia maya seperti fecebook, twitter, google. Kita patut mensyukuri hal ini, sehingga mereka yang agak susah mengakses ilmu dan menghadiri majelis ilmu bisa memperoleh ilmu agama terutama yang wajib dipelajari. Seperti tempat yang jarang ada majelis ilmu dan bagi wanita yang memang dianjurkan lebih banyak berdiam diri di rumah sesuai kodratnya.
 
Namun fenomena ini bisa menjadi kurang baik bagi mereka yang berlebihan dalam menuntut ilmu agama di dunia maya, walaupun ada juga yang beralasan menuntut ilmu agama padahal hanya ingin berlama-lama keasyikan atau kecanduan internet dan dunia maya. Dampak sikap berlebihan ini yang kurang baik adalah ditinggalkannya majelis ilmu di dunia nyata atau porsinya sangat sedikit. Padahal menuntut ilmu agama di dunia nyata dengan menghadiri majelis-majelis ilmu sangat banyak faidah dan manfaatnya dan tidak bisa dicapai melalui dunia maya. Dan hasilnya tentu jauh berbeda.
Berikut beberapa keutamaan yang tidak didapatkan jika lebih banyak menuntut ilmu di dunia maya dan lebihsedikit porsi menuntutnya imu di dunia nyata:
 
Tidak mendapatkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan hati
Duduk didepan komputer atau berinternet dengan HP tentu berbeda dengan menghadiri mejelis ilmu. Memang ia mendapatkan ilmu dengan membaca sendiri atau mendengarkan rekaman kajian, akan tetapi ketahuilah bahwa majelis ilmu di dunia nyata mempunyai banyak sekali keutamaan yang tidak bisa didapatkan melalui dunia maya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699; Abu Dawud, no. 3643; Tirmidzi, no. 2646; Ibnu Majah, no. 225; dan lainnya].
 
لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2700).
 
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata,
المراد بمجالس الذكر وأنها التي تشتمل على ذكر الله
بأنواع الذكر الواردة من تسبيح وتكبير وغيرهما وعلى تلاوة
كتاب الله سبحانه وتعالى وعلى الدعاء بخيري الدنيا والآخرة
وفي دخول قراءة الحديث النبوي ومدارسة العلم الشرعي
ومذاكرته والاجتماع على صلاة النافلة في هذه المجالس نظر
والأشبه اختصاص ذلك بمجالس التسبيح والتكبير
ونحوهما والتلاوة حسب وإن كانت قراءة الحديث ومدارسة العلم
والمناظرة فيه من جملة ما يدخل تحت مسمى ذكر الله تعالى
 “Yang dimaksud dengan majelis-majelis dzikir adalah mencakup majlis-majlis yang berisi dzikrullah, dengan macam-macam dzikir yang ada (tuntunannya, Pent) berupa tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitab Allah Azza wa Jalla dan berisi doa kebaikan dunia dan akhirat. Dan menghadiri majelis pembacaan hadits Nabi, mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunah) ke dalam majlis-majlis dzikir adalah suatu visi. Yang lebih nyata, majlis-majlis dzikir adalah lebih khusus pada majlis-majlis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul Qur’an saja. Walaupun pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk jumlah yang masuk di bawah istilah dzikrullah Ta’ala”. [Fathul Bari, 11/212, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah.
 
Jika pada diri manusia masih bersisa sebagian jiwa hanifnya dan hatinya tidak tertutup total maka ketika ia menghadiri majelis ilmu, maka hilanglah stres, lelah dan kepenatan kehidupan dunia yang semu. Maka istirahatlah jiwa kita dari kepenatan dunia yang hanya sangat sementara ini di taman surga. Majelis dzikir adalah taman surga di dunia ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا
قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [HR Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562.]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إن للذكر من بين الأعمال لذة لا يشبهها شيء،
فلو لم يكن للعبد من ثوابه إلا اللذة الحاصلة للذاكر والنعيم
الذي يحصل لقلبه لكفى به، ولهذا سميت مجالس الذكر رياض الجنة
“Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun, seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati  yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu [kenikmatan berdzikit saja, pent] sudah mencukupi, oleh karena itu majelis-majelis dzikir dinamakan taman-taman surga.” [Al-Wabilush Shayyib hal. 81, Darul Hadist, Koiro, cet. Ke-3, Asy-Syamilah]
 
Tidak mendapat contoh langsung akhlak dan takwa dari ustadz/syaikh
Inilah salah satu yang terpenting dan tidak kita dapatkan di dunia maya. Bahkan ini juga yang terkadang dilalaikan oleh mereka yang menghadiri majelis ilmu di dunia nyata. Sebagian dari kita hanya berharap ilmu saja ketika menghadiri majelis ilmu, padahal yang terpenting adalah contoh langsung akhlak, takwa, kesabaran, tawaddu’ dan wara’ dari para ustadz/syaikh. Karena jika sekedar ilmu maka semua orang bisa berbicara akan tetapi untuk menerapkannya dan mencontohkannya maka hanya beberapa orang yang Allah beri taufik yang bisa melakukannya.
 
sehingga perlu kita camkan juga, jika menuntut ilmu dari seseorang yang pertama kali kita ambil adalah akhlak dan adab orang tersebut baru kita mengambil ilmunya. Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قال مالك: قلت لأمي: ” أذهب، فأكتب العلم؟ “،
فقالت: ” تعال، فالبس ثياب العلم “، فألبستني مسمرة،
ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها،
ثم قالت: ” اذهب، فاكتب الآن “، وكانت تقول:
” اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Inbul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
 
Tidak dapat bertemu dengan orang-orang shalih dan berorientasi akhirat
Di majelis ilmu maka kita akan bertemu dengan beberapa orang yang shalih yang tidak kita dapati di depan komputer dunia maya. Bertemu dengan orang-orang shalih bisa memperkuat iman kita, bisa memuculkan persaingan sehat dan berlomba-lomba mengenai akhirat. Salah satu contohnya sebagimana dikisahkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu, beliau berkata,
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه،
فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله
وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
 “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami  mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang. [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah]
 
Tidak punya guru kemungkinan salah pahamnya lebih banyak
Salah satu kekurangan menuntut ilmu agama dengan hanya membaca di dunia maya adalah tidak ada bimbingan guru. Sehingga dengan hanya membaca saja maka ada kemungkinan ia bisa salah paham, masih mending jika salah ilmu dunia, akan tetapi ini salah mengenai ilmu akhirat yang bisa jadi ujung-ujungnya adalah neraka, wa’liyadzu billah.
Oleh karena itu diperlukan seorang guru yang membimbing dalam menutut ilmu, membimbing materi apa yang harus dipelajari, kemudian membimbing kitan apa yang selamat akidahnya dan membimbing metode belajar disetiap materi ilmu. Walaupun bisa belajar dengan hanya membaca-baca saja akan tetapi ada kemungkinan salah paham dan memerlukan waktu yang lama dan memerlukan keseriusan yang lebih. Lebih-lebih ia masih penuntut ilmu pemula dan belum memiliki berbagai dasar ilmu.
 
Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu ketika ditanya,
هل يجوز تعلم العلم من الكتب فقط دون العلماء وخاصة
إذا كان يصعب تعلم العلم من العلماء لندرتهم؟
وما رأيك في القول القائل:
من كان شيخه الكتاب كان خطؤه أكثر إلى الصواب
“Apakah boleh memperlajari ilmu dari buku-buku saja tanpa bimbingan ulama/guru, khususnya jika sulit mempelajari ilmu dari ulama karena sedikitnya jumlah mereka, bagaimana pendapatmu dengan perkataan, ‘barangsiapa yang gurunya adalah buku, maka kesalahannya lebih banyak dari benarnya?”
 
Beliau menjawab,
لا شك أن اعلم يحصل بطلبه عند العلماء وبطلبه في الكتب
… ولكن تحصيل العلم عن طريق العلماء أقرب من تحصيله
عن طريق الكتب؛ لأن الذي يحصل عن طريق الكتب يتعب
أكثر ويحتاج إلى جهد كبير جداً… ومع ذلك فإنه قد تخفى
عليه بعض الأمور… وأما قوله: “من كان دليله كتابه فخطؤه
أكثر من صوابه” ، فهذا ليس صحيحاً على إطلاقه ولا فاسداً
على إطلاقه، أما الإنسان الذي يأخذ العلم
من أي كتاب يراه فلا شك أنه يخطئ كثيراً
“Tidak diragukan lagi bahwa ilmu bias diperoleh dengan melalui ulama/guru dan melalui buku-buku…akan tetapi memperoleh ilmu melalui ulama/guru lebih bisa mencapai hasil daripada melalui buku-buku. Karena menuntut ilmu melalui buku-buku lebih susah dan membutuhkan kesungguhan yang lebihdan juga terkadang bisa jadi samar baginya beberapa perkaraadapun perkataan ‘barangsiapa dalilnya adalah bukunya maka kesalahannya lebih banyak dari benarnya maka ini tidak mutlak benar dan tidak mutlak juga salah, adapun yang mengambil ilmu dari buku apa saja yang ia lihat maka tidak diragukan lagi bahwasanya ia banyak kesalahannya” [Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 114, Darul Itqaan, Iskandariyah]
 
Belajar tidak sistematis
Salah satu juga yang kurang baik jika lebih banyak menuntut ilmu di dunia maya terutama bagi mereka yang pemula dan belum memiliki dasar-dasar ilmu adalah belajar tidak sistematis. Belajar apa yang ia temukan berupa link dan situs-situs, ia juga hanya belajar “semau gue” apa yang ingin dibaca ia baca, jika sedang malas maka tidak dibaca. Maka cara seperti ini tidak akan menghasilkan ilmu yang kokoh, tidak memulai dari dasar dan bisa jadi malah kebingungan yang berdampak pada kebosanan. Seharusnya seseorang belajar secara sistematis, menyelesaikan satu kitab dasar, kemudian berpindah ke kitab lanjutan dan seterusnya dengan istiqamah.
Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata mengenai hal ini,
ألا يأخذ من كل كتاب نتفة، أو من كل فن قطعة ثم يترك؛
لأن هذا الذي يضر الطالب، ويقطع عليه الأيام بلا فائدة،
فمثلاً بعض الطلاب يقرأ في النحو : في الأجرومية ومرة
في متن قطر الندي، ومرة في الألفية. ..وكذلك في الفقه:
مرة في زاد المستقنع، ومرة في عمدة الفقه، ومرة في المغني ،
ومرة في شرح المهذب، وهكذا في كل كتاب، وهلم جرا ،
هذا في الغالب لا يحصلُ علماً، ولو حصل علماً
فإنه يحصل مسائل لا أصولاً
Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah, misalnya sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah..demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.” [Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah]
 
Berlama-lama di dunia maya bisa terjebak fitnah yang banyak
Ini juga hal yang terpenting, karena berlama-lama di dunia maya dengan tidak diiringi takwa maka bisa terjerumus dalam banyak fitnah dan bahaya. Walaupun niat awalnya menuntut ilmu akan tetapi hati manusia ini lemah. Bahaya tersebut bisa berupa fitnah wanita dan lawan jenis, membuang-buang waktu, chatting dan mengobrol yang kurang penting dengan berlebihan, curhat yang tidak penting dan mengadu kepada manusia, dakwah berlebihan di dunia maya sampai lupa dakwah dengan orang-orang disekitar kita. Dan masih banyak lagi
Perlu kita sadari bahwa kita hidup di dunia nyata, maka luangkan waktu lebih banyak di dunia nyata, menuntut ilmu di majelis ilmu, berdakwah dengan orang-orang disekitar kita dan lebih banyak berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang-orang di dunia nyata.
Demikianlah yang dapat kami jabarkan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
 
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
 
Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
18 Shafar 1433 H bertepatan 12 Januari 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis
 
sumber : www.muslimafiyah.com
 

Islam Is From Day One Not 1400 Years Old


“islam is for the day one”, what does it mean? It means that from the very beginning of the human race, islam is been preached and practiced. Many non muslims do not agree to this statement rather they feel humiliated and threatened that we are trying to own their followers. But this is not the truth. We do not own other religions neither we can do that. But all the people who ever touched the soul of earth are born as muslims. They had no religion other than islam.


 It was the people who deviated from the right path and sometimes they started worshiping stars and sun and moon and other natural phenomena and sometimes they carved the shapes of their beloved dead ones and started worshiping them as gods. The question frequently asked is, why did they people deviated from ALLAH if HE is true GOD. The reason is very simple, whenever men stopped understanding and striving and relied on their own limited logic and knowledge, they deviated from the path of ALLAH.

But ALLAH swt sent towards HIS people, 1,24000 messengers who took the task of preaching and keeping people on the way of ALLAH. Some followed them while some did not. So this process of belief and disbelief kept on going till to date. Even today we see many people from many different cults and religions each based on their own ideology which they can defend or pretend to defend with their logic.

What could be the status of that god which can be defined and imagined by human mind? Certainly, such a god is nothing. GOD is one who is beyond our imaginations and our limited scope of thinking and knowledge.
Regarding the islam before Muhammad s.a.w.w , below are given two verse of Quran as proof.

Al Quran [004:163]

We have sent thee inspiration, as We sent it to Noah and the Messengers after him: we sent inspiration to Abraham, Isma'il, Isaac, Jacob and the Tribes, to Jesus, Job, Jonah, Aaron, and solomon, and to David We gave the Psalms.

In the verse above, ALLAH swt tells us about those prophets who were given divine inspiration. These prophets were given the divine guidance in written form or reveled form so that they could guide their nations with the divine word.

Al Quran [004:164]

Of some apostles We have already told thee the story; of others We have not;- and to Moses God spoke direct;-

The prophets about who are told are few and the prophets about who we are not told and very many.  Why we are not told about other, there must be some wisdom behind it. We should be content with what we know. To get the knowledge beyond our scope will not help us but will only cause us harm, the harm of disbelief because there are many question which have no answers in any religion.

Saturday, May 5, 2012

Menjadi Asing



Nak, ayah sengaja bawa kamu ke sini karena mau ngomong serius sama kamu. Sekarang kamu sudah baligh. Kamu relatif sudah bisa membedakan yang benar dan yang enggak. Tapi kamu masih terlalu muda buat kenal dunia secara luas, seluas laut dan langit di depan kamu itu.

Nak, apa kamu pernah menerka kenapa ayah sangat membatasi kamu nonton TV, kenapa ayah sering potong kabel TV yang baru dibeli ibumu? Apa kamu tahu kenapa ayah sering ajak kamu menjauhi keramaian, kenapa ayah sering banting pemutar musik kamu? Kamu tahu, nak? Itu karena ayah sayang kamu dan gak mau kamu jadi orang-orang bentukan media mainstream yang gak islami.

Pada umumnya mereka itu bikin kamu tahu dalam ketidak tahuan. Kamu jadi tahu cara bikin orang ketawa, cara supaya dunia melihat kamu, cara berbahasa yang up to date, dan cara tetap ikut tren. Kamu jadi tahu si artis anu lagi bunting 7 bulan. Kamu dijejali dengan informasi-informasi gak penting, se-gak penting artis anu baru ngerayain ulang tahunnya di Food Court Pondok Indah Mal.
Tapi nak, kamu gak diajarin kamu harus gimana kalau kamu mimpi basah, apa yang harus kamu lakukan kalau mau nikah tapi belum siap. Kamu gak diajarin bahwa onani itu masuk dalam tujuh dosa besar. Kamu gak diajarin cara milih calon pasangan hidup yang benar, apa kriterianya.

Kamu jadi tahu batasan HAM tapi tidak hukum islam. Kamu jadi tahu cara ngitung PPn, tapi ngitung zakat kebun kamu sendiri aja bingung. Kamu jadi tahu di Bangladesh itu orang kebanjiran terus, tapi kamu malah gak tahu komplek sebelah kita juga kebanjiran. Siaran setengah jam pagi-pagi itu jelas kurang nak. Bahkan kamu sama sekali gak dibikin ngerti cara baca Quran. Bedain “fa” sama “qof” aja gak bisa, gimana mau paham, anakku?

Kamu nanti malah jadi bingung, di TV diajarin menikah sama anak di bawah umur itu bejat gak ketulungan, apa kamu mau bilang Nabi Muhammad yang menikahi Aisyah umur 6 tahun itu bejat? Di TV diajarin makan jilat tangan itu gak sopan, tapi di hadits kamu temui sunahnya itu malah jilat tangan. Di TV diajarin kalau ketemu orang itu salaman, padahal di hadits yang kamu pelajari, lebih baik kamu ditusuk besi panas daripada bersentuhan dengan bukan mahrom. Di TV disiarkan bahwa lesbi dan homo itu manusiawi dan sudah lazim, tapi di hadits, mereka itu layak dihukum mati.

Ayah paling takut kamu mengarah ke logika-logika praktis begitu. Ayah takut kamu menomorduakan Quran Hadits karena gak logis menurut kamu. Camkan ini nak, agama itu bukan dibangun dari logika, dan agama itu jauh dari kelogisan-kelogisan yang ada di novel Sophi’s World, walaupun dia jadi best seller internasional selama beberapa tahun. Nak, Al-Quran itu sudah jadi super best seller se-semesta selama belasan abad.

Kalau agama ini menuruti kelogisanmu, gak akan ada cerita 313 pasukan islam dengan perbekalan dan senjata yang jauh dari memadai bisa menang melawan 1.000 pasukan kafir dengan perbekalan dan senjata yang berlebihan waktu perang Badr. Gak akan ada cerita pasukan islam masih bertahan di perang Khandaq setelah dikepung dari segala penjuru. Gimana mungkin ada bantuan angin dalam perang di abad ketujuh? Nonsense! Itu semua gak akan masuk ke logikamu, nak.
Kamu akan wudhu dengan membasuh duburmu kalau kamu mau ikut logika, tapi bukan begitu yang diajarkan, nak. Kita gak tahu apa-apa. Keimanan itu bukan kelogikaan. Iman itu artinya percaya. Percaya bahwa aturan itu tepat walau gak masuk logika kamu.

Itu kenapa kamu harus mendalami Quran Hadits dengan mantap. Kamu tahu kan, bahwa ilmu yang wajib dicari itu ada tiga: ayat yang menghukumi, sunah yang ditegakkan, dan ilmu hukum waris. Intinya kamu wajib belajar Quran Hadits. Ilmu yang di luar itu statusnya cuma ilmu tambahan. Ayah sama sekali bukan melarang kamu sekolah sampai title kamu 10 biji, kalau ada. Sekolahlah tinggi-tinggi, cari ilmu sebanyak-banyaknya, itu positif.

Ayah cuma takut, kamu bisa menghitung bulan itu tepat ada di atas kepala kamu pada tanggal berapa jam berapa, tapi kamu kebingungan ngitung waris waktu ayahmu ini meninggal. Ayah takut kamu bisa fasih luar biasa berbahasa Inggris, tapi salam aja ngomongnya “semlekum”. Ayah gak mau kamu hapal irregular verb dan certain adjective, tapi gak hapal siapa saja mahrom kamu.

Ayah gak mau kamu bisa bedain processor bagus dan enggak, bisa bedain awan cumulus dan nimbus, bisa bedain membran sel dan membran mitokondria, tapi kamu gak bisa bedain halal-haram dan suci-najis. Dan hal-hal semacam itu. Ayah takut kamu kuasai dunia tapi gak ngerti hukum islam, nak.

Ayah gak kebayang, pascatiada nanti kamu jawab apa waktu ditanya, “Kenapa dulu kamu lebaran duluan dibanding tetanggamu?” Apa kamu bakal jawab, “Abis di tanggalan lebarannya tanggal segitu, saya kan gak tahu aturan sebenarnya gimana.” Terus ditanya lagi, “Lantas, kenapa kamu tidak cari tahu ilmunya?” Apa kamu berani jawab begini, “Saya kan mau sekolah sampai S3, mau punya rumah besar, mau jadi anggota dewan, target saya banyak, jadi belum sempat mendalami islam.” Berani?

Al ‘ilmu qobla ‘amal, nak. Beramal setelah kamu punya ilmunya, jangan sembarangan ikut-ikutan. Orang tahlilan kamu ikut tahlilan. Orang pacaran kamu ikut pacaran. Aduuuh, nak. Jangan. Jangan jadi orang yang “qila wa qola”, masih gak jelas dasarnya, eh malah disampaikan. Jangan katanya katanya. Kamu harus tahu betul apa dalilnya, hukumnya gimana, baru bisa melakukan atau menanggapi sesuatu. Kamu tahu kan, qila wa qola itu termasuk satu dari tiga hal yang dibenci Allah? Coba buka lagi kitab Muslim kamu.

Dalamilah ilmu agama, nak. Malaikat akan membentangkan sayap-sayapnya karena senang padamu yang sedang mencari ilmu. Sampai ikan-ikan di lautan, semua mendoakanmu, nak. Kalau kamu jadi pengajar dan pengamal Al-Quran, ayah bakal dapat mahkota emas yang terangnya lebih dari matahari. Itu jauh lebih membanggakan dari ayah dipanggil mau diberi penghargaan karena kamu meraih nobel. Ayah dapat mahkota, kamu tentu dapat lebih dari itu, nak.

Setelah ilmumu kuat, aplikasikan, sebarkan, dan perjuangkanlah semaksimal yang kamu bisa, nak. Jangan takut cacian orang. Jangan menyerah walau sedunia ini memusuhi kamu. Gigit agamamu dengan gigi geraham. Lebih baik kamu hidup dengan ngangon kambing di Gunung Leuser sana ditemani 200 harimau sumatera daripada kamu hidup makan enak dan mudah tapi gak bisa aplikasikan agamamu.

Nak, dari dulu orang hebat itu selalu dianggap asing di zamannya. Itu bukan berarti kamu harus menjadi asing, nak, bukan. Tapi, risiko kamu “diasingkan” masyarakat itu besar kalau kamu bawa nilai-nilai baru, atau nilai-nilai lama yang dianggap baru.
Anak muda seperti kamu punya tenaga dan semangat yang jauh lebih besar daripada orang tua kayak ayah begini. Ibnu Umar, pada usia 13 tahun ingin ikut dalam Perang Badr, tapi dilarang, nak, karena masih terlalu muda. Ia akhirnya ikut dalam perang Khandaq pada umur 15 tahun. Sejak belia, beliau senang mencari ilmu, nak. Beliau menjadi periwayat hadits kedua terbanyak setelah Abu Hurairoh.

Kamu tentu sering dengar Ali bin Abi Thalib, anakku. Beliau sudah menjadi bintang lapangan pada Perang Badr, saat usianya masih sekitar 25 tahun. Beliau menjadi pimpinan pasukan Perang Khaibar, beberapa tahun kemudian, yang akhirnya menang gemilang. Beliau yang membunuh Marhab, panglima besar Yahudi. Semua dalam usia belia, anakku.

Imam Bukhori yang menyusun hadits tershahih sampai sekarang, beliau mulai berkelana pada umur 16 tahun. Jiwa muda yang tetap teguh belasan tahun menghimpun hadits-hadits shahih. Kamu tahu apa yang terjadi pada Imam Bukhori, anakku? Beliau diusir dari kampung dan menjadi musuh banyak orang pada zaman itu. Tapi itu tidak membuatnya gentar.
Selanjutnya giliran kamu yang meneruskan perjuangan. Selamat berjuang nak, luruskan niat, ayah selalu mendoakan.

Oleh Muhammad Iqbal

Saturday, March 24, 2012

Majelis Ilmu Mengalahkan Konser Musik

Ni orang-orang yang jenggot dan celana cingkrang kok kayaknya ga pernah pergi rekreasi ya? Jalan-jalan ke Mall, jalan-jalan ke Alun-alun, ke konser atau bioskop atau Jalan-jalan cuci mata? Apalagi wanita yang pakai cadar, kayaknya ngendon aja di rumah.”

Bagi mereka yang sudah merasakan nikmat dan kebahagiaan ilmu dan amal  maka tentu sudah tahu jawabannya. Rekreasi mereka salah satunya adalah majelis ilmu dan kebahagiaan mereka ada di majelis ilmu. Majelis ilmu yang mengingatkan tentang Allah dan mengingatkan akhirat, kampung tempat kembali yang kekal. Segala kepenatan dan kejenuhan di dunia akan sirna dengan mengingat akhirat. Dalam seminggu saja tidak menghadiri majelis ilmu maka terasa ada yang kurang.

Berbeda dengan mereka yang belum merasakan kenikmatan ilmu dan amal dan belum memahami agama secara sempurna, maka rekreasi mereka salah satunya ke konser musik. Dalam tulisan ini kita akan gambarkan bahwa rekreasi ke majelis ilmu  ternyata tidak kalah juga dengan konser musik. Bisa kita lihat bukti baru-baru ini, yang hadir di majelis ilmu syaikh Abdurrazak bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu di masjid Istiqlal Jakarta mencapai 100 ribu lebih.  Begitu juga jika kita melihat sejarah keemasan Islam. Jika dahulunya, di zaman keemasan Islam sudah ada sarana seperti transportasi yang mudah dan perangkat pengeras suara yang canggih, maka bukan tidak mungkin jumlah mereka yang rekreasi ke majelis ilmu bisa lebih banyak.

Luapan penuntut ilmu di majelis ilmu [tidak kalah dengan konser musik]
Dari Umar bin Hafsh rahimahullahu menceritakan,
حَدَّثَنَا عمر بْن حفص، قَالَ: وجه المعتصم من يحرز مجلس عاصم بْن علي بْن عاصم في رحبة النخل التي في جامع الرصافة. قَالَ: وكان عاصم بْن علي يجلس على سطح المسقطات، وينتشر الناس في الرحبة، وما يليها فيعظم الجمع جدا، حتى سمعته يوما يقول: حَدَّثَنَا الليث بْن سعد، ويستعاد، فأعاد أربع عشرة مرة، والناس لا يسمعون. قَالَ: وكان هارون المستملي يركب نخلة معوجة، ويستملي عليها، فبلغ المعتصم كثرة الجمع، فأمر بحزرهم، فوجه بقطاعي الغنم فخرزوا المجلس عشرين ومائة ألف

“Umar bin Hafs menceritakan bahwa Al-Mu’tashim memperkirakan orang yang hadir di majelis ‘Ashim bin Ali bin ‘Ashim di lapangan pohon kurma yang berada di kawasan masjid jami’ Ar-Rushafah. Mu’tashim mengatakan bahwa ‘Ashim bin Ali duduk di bagian atas/atap rumah dan manusia menyebar di sekitar lapangan. Orang-orang yang hadir terus bertambah sehingga terkumpul jumlah yang sangat besar. Sampai suatu hari, aku mendengar ‘Ashim berkata, ‘Al-Laits bin Sa’ad menyampaikan hadits kepada kami’. Ia mengulangnya sebanyak 14 kali karena orang-orang tidak bisa mendengarnya. Ia berkata: Harun harus menaiki pohon yang bengkok untuk mendengarnya [mencatat]. Maka berita ini sampai ke Al-Mu’tashim mengenai banyaknya jumlah yang hadir. Maka ia memerintahkan orang agar memperkirakan jumlah mereka. Maka ia memperkirakan -dengan patokan sebagaimana kelompok-kelompok kambing- maka diperkirakan yang menghadiri majelis sekitar 120 ribu.” [Taarikh Bagdad 14/170,  Darul Gharb Al-Islami, Beirut, 1422 H, Syamilah]

Berkata Abu Hatim Ar-Razi rahimahullahu,
ولقد حضرت مجلس سليمان بن حرب ببغداد فحزروا من حضر مجلسه أربعين ألف رجل

“Aku telah menghadiri majelis Sulaiman bin Harb di Baghdad dan mereka [para Imam hadits] memperkirakan jumlah yang hadir sekitar 40 ribu orang.[Al-Jarh wat ta’dil 4/108, Dar Ihya’i At-Turats, Beirut, 1271 H, Syamilah]

Berkata Shalih bin Muhammad Al-Baghdadi rahimahullahu,
صالح بن محمد البغدادي يقول: «كان محمد بن إسماعيل يجلس ببغداد وكنت استملي له ويجتمع في مجلسه أكثر من عشرين ألفا»

“Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mendirikan majelis di Bagdad dan saya ikut mengaji kepadanya. Berkumpul di majelisnya lebih dari 20 ribu orang.” [Al-Jami’ liakhlaqir Rawi 2/56, Maktabah Ma’arif, Riyadh, Syamilah]

Harus “boking” tempat juga [seperti pesan tiket]
Berkata Ibnu ‘Addi rahimahullahu,
قَالَ ابنُ عَدِي رأيت مجلس الفريابي يحزر فيه خمسة عشر ألف محبرة وكنا نحتاج أن نبيت فِي موضع المجلس لنتخذ من الغد موضع مجلس
“saya melihat majelis Al-Firyabi yang diperkirakan terdapat 15 ribu tempat tinta. Kami harus menginap di tempat yang akan di dudukinya besoknya untuk dapat menghadiri majelis.” [Al-Kamil fi dhu’afa At-Rijal 6/407, Dar Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1418 H, Syamilah]

Berdesak-desakan sampai harus berdiri [tidak kalah dengan konser musik]
Berkata Ahmad bin Ja’far bin Salam rahimahullahu
أحمد بن جعفر بن سلم، يقول: لما قدم علينا أبو مسلم الكجي أملى الحديث في رحبة غسان، وكان في مجلسه سبعة مستملين يبلغ كل واحد منهم صاحبه الذي يليه، وكتب الناس عنه قياما بأيديهم المحابر ثم مسحت الرحبة وحسب من حضر بمحبرة، فبلغ ذلك نيفا وأربعين ألف محبرة سوى النظارة,

“ketika Abu Muslim Al-Kajji datang kepada kami, ia membacakan hadits di lapangan ghassan. Dalam majelisnya terdapat tujuh orang yang mengaji dan setiap orang dari mereka menyampaikan kepada teman yang ada di dekatnya. Orang-orang menulis dalam keadaan berdiri dengan tempat tinta di tangan mereka. Kemudian ketika lapangan sudah sepi [pengajian selsai].  Dihitunglah jumlah orang yang hadir berdasarkan jumlah  tempat tinta, maka jumlahnya mencapai 40 ribu, selain para pengunjung biasa [tidak mencatat hadits].” [Taarikh Bagdad 7/36,  Darul Gharb Al-Islami, Beirut, 1422 H, Syamilah]

Majelis ilmu adalah tempat rekreasi utama dan sumber ketenangan
Jika pada diri manusia masih bersisa sebagian jiwa hanifnya dan hatinya tidak tertutup total maka ketika ia menghadiri majelis ilmu, maka hilanglah stres, lelah dan kepenatan kehidupan dunia yang semu. Maka istirahatlah jiwa kita dari kepenatan dunia yang hanya sangat sementara ini di taman surga. Majelis dzikir adalah taman surga di dunia ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [HR Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562.]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إن للذكر من بين الأعمال لذة لا يشبهها شيء، فلو لم يكن للعبد من ثوابه إلا اللذة الحاصلة للذاكر والنعيم الذي يحصل لقلبه لكفى به، ولهذا سميت مجالس الذكر رياض الجنة

“Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun, seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati  yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu [kenikmatan berdzikit saja, pent] sudah mencukupi, oleh karena itu majelis-majelis dzikir dinamakan taman-taman surga.” [Al-Wabilush Shayyib hal. 81, Darul Hadist, Koiro, cet. Ke-3, Asy-Syamilah]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699; Abu Dawud, no. 3643; Tirmidzi, no. 2646; Ibnu Majah, no. 225; dan lainnya].

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ

Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2700).
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata,
المراد بمجالس الذكر وأنها التي تشتمل على ذكر الله بأنواع الذكر الواردة من تسبيح وتكبير وغيرهما وعلى تلاوة كتاب الله سبحانه وتعالى وعلى الدعاء بخيري الدنيا والآخرة وفي دخول قراءة الحديث النبوي ومدارسة العلم الشرعي ومذاكرته والاجتماع على صلاة النافلة في هذه المجالس نظر والأشبه اختصاص ذلك بمجالس التسبيح والتكبير ونحوهما والتلاوة حسب وإن كانت قراءة الحديث ومدارسة العلم والمناظرة فيه من جملة ما يدخل تحت مسمى ذكر الله تعالى

 “Yang dimaksud dengan majelis-majelis dzikir adalah mencakup majlis-majlis yang berisi dzikrullah, dengan macam-macam dzikir yang ada (tuntunannya, Pent) berupa tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitab Allah Azza wa Jalla dan berisi doa kebaikan dunia dan akhirat. Dan menghadiri majelis pembacaan hadits Nabi, mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunah) ke dalam majlis-majlis dzikir adalah suatu visi. Yang lebih nyata, majlis-majlis dzikir adalah lebih khusus pada majlis-majlis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul Qur’an saja. Walaupun pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk jumlah yang masuk di bawah istilah dzikrullah Ta’ala”. [Fathul Bari, 11/212, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah.

Catatan
Bukan berarti rekreasi tidak boleh/haram sama sekali. Rekreasi adalah suatu hal yang mubah bahkan dianjurkan jika bisa membantu manusia lebih mudah menjalani hidup. Akan tetapi yang tidak boleh adalah rekreasi ke tempat atau dengan sesuatu yang dilarang oleh Allah Ta’ala

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. 

Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
19 Rabiul Akhir 1433 H Bertepatan 13 Maret 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com.

Saturday, December 31, 2011

Para Fuqaha Mantan Budak

Dengarkanlah keajaiban yang pernah ditorehkan para budak. sejarah pernah mencatatkan dengan tinta emas tentang cita-cita mulia mereka; menjadi Fuqaha' pada masanya pada saat banyak orang-orang merdeka yang tidak bisa melampaui kedudukan mereka. "Ilmu benar-benar bisa membuat pemiliknya menjadi mulia, di mata Allah dan juga manusia."

Dalam salah satu karyanya, Tarikh Tasyri’ al-Islami, Manna’ al-Qatthan menyebutkan satu kisah menarik yang beliau nukil dari al-Iqdu al-Farid. Kisah itu berupa percakapan antara Ibnu Abi Laila dengan Isa bin Musa yang pada saat itu menjadi gubernur bani Abbasiyah yang memilik ta’ashub tinggi.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, “Isa bin Musa pernah bertanya kepadaku, “Siapa ahli fikih di Bashrah ?”
“Hasan bin Abil Hasan”
“Kemudian siapa ?”
“Muhammad bin Sirin”
“Siapa dia ?”
“Ia seorang mantan budak.”
“Kalau ahli fikih di Mekah ?”
“Atha’ bin Abi Rabah, Mujahid, Said bin Jubair dan Sulaiman bin Yasar”
“Siapa mereka ?”
“Mereka pun juga berstatus mantan budak”
“Terus, siapa ahli fikih di Madinah ?”
“Zaid bin Aslam, Muhammad bin Munkadir dan Nafi’ bin Abi Najih”
“Siapa mereka ?”
“Mereka, lagi-lagi juga mantan budak”, tiba-tiba raut muka Isa bin Musa berubah. Ia tidak senang dengan semua jawaban yang ada, masa’ yang menjadi ahli fikih di Bashrah, Mekah dan Madinah adalah mantan budak semua.

Friday, December 30, 2011

Ternyata Dia Seorang Pendeta


Tak seperti biasanya, pada malam hari itu saya naik kendaraan umum untuk pulang ke rumah, sekitar jam sembilan malam. Saya menunggu di pinggir jalan daerah Jakarta Utara. Ternyata tak berlangsung lama tiba-tiba terlihat dari kejauhan ada angkutan umum yang datang, saya pun naik ke mobil tersebut dan memilih duduk di samping pak supir.

Tiba-tiba pak supir bertanya kepadaku, “Mau ke masjid Al Fudhala..?”

Jawabku ringan, “Tidak pak.”

Pak supir pun kembali bertanya, “Mau ke maqam Mbah Priuk..?”

Jawabku, “Tidak pak.”

Terbesit di hati ini, wajar kalau dia bertanya seperti itu dengan penampilanku memakai busana muslim dan memang jalur angkutan yang saya naiki melewati maqam Mbah Priuk. Mobil pun terus melaju hingga sampai di RSUD Koja yang tepat bersebrangan dengan jalan arah masuk ke maqam Mbah Priuk, pak supir itu tiba-tiba kembali bertanya, “Maaf mas, saya mau tanya menurut mas bagaimana orang-orang yang datang ke Mbah Priuk?”

Mendengar pertanyaan seperti itu saya pun semangat untuk menjawabnya, “Saya tidak suka dengan apa yang mereka lakukan pak, karena hal itu dilarang agama.”

Belum selesai saya berbicara tiba-tiba ia berkata, “Iya mas, itukan sama saja nyembah syetan [1], bukan pergi ke masjid beribadah dan berdoa di sana malah pergi ke kuburan.”

Jawabku, “Ya tidak secara mutlak pak, kalau mereka yang datang ke kuburan mbah priuk lalu berdoa meminta kepadanya atau melakukan ibadah kepada kuburan tersebut berarti mereka telah menyembah selain Allah. Kalau seseorang datang lalu di sana dia beribadah kepada Allah, sengaja dia datang ke kuburan untuk beribadah kepada Allah di sisi kuburan maka yang seperti ini perbuatan haram pak. Dilarang dalam agama islam sarana menuju kesyirikkan.”

Wednesday, December 28, 2011

Mengapa Harus Merokok.?


Apakah anda termasuk penggemar rokok? Baiklah, sebelum anda merogoh saku anda dan mengambil uang untuk membeli rokok marilah kita berbicara barang sejenak dengan akal yang jernih dan pikiran yang tenang mengenai hal ini. Jangan sampai anda melakukan sesuatu yang justru membahayakan diri anda dan juga orang-orang di sekitar anda.
Berbicara soal rokok, ada beberapa hal yang perlu kita pikirkan :

Pertama :
Merokok itu tidak penting

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah satu tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak penting baginya.” (HR. Tirmidzi [2239] dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [2317] as-Syamilah). Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Kesimpulan tersirat dari hadits ini adalah orang yang tidak meninggalkan perkara yang tidak penting baginya adalah orang yang jelek keislamannya.” (ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 116).

Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri rahimahullah, beliau mengatakan, “Salah satu tanda Allah telah berpaling meninggalkan seorang hamba adalah ketika Allah menjadikan dia sibuk dalam hal-hal yang tidak penting baginya.” (ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 115).
Menjaga kesehatan merupakan perkara penting bagi setiap muslim. Orang yang dengan sengaja merusak kesehatannya telah melakukan sesuatu yang tidak penting dan bahkan menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Padahal, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah : 195).