Thursday, November 24, 2011

Akhlak Karyawan Bukan Teladan..!?


Hampir pasti jika kita perhatikan saat seorang pemuda melamar seorang gadis, orangtuanya akan bertanya; pekerjaannya apa dik..???
Tapi seringkali cukup sudah pertanyaan itu, tanpa perlu diteliti apakah pekerjaan tersebut dibolehkan dalam islam atau tidak, kadang malah camer akan bangga begitu , kita jawab bekerja di bank, Pa..!! apalagi jika dilamar oleh artis penyanyi..rasanya takperlu lagi mikir lagi, langsung saja diterima.

Demikianlah realita di masyarakat, akibat tidak tahunya mereka akan syariat dan tidak mau tahu tentang syariat islam sendiri, hingga jika dirasa baik oleh hatinya maka diambilah, apakah itu halal-haram masa bodoh, yang penting untung, kaya, uang banyak, dan senang. Syariat Islam sebagai syariat sempurna yang jauh-jauh dahulu telah mmeberikan petunjuk bagaimana mengarungi dunia dengan berbagai macam ujiannya, denikian juga dalam hal bekerja, pegawai, karyawan sudah diterangkan dalam islam. Islam sangat menghargai “bekerja” , tangan diatas lebih mulia daripada tangan di bawah dan sebaliknya Islam membeci sikap malas, meminta-minta, dan hanya menggantungkan takdir saja.

Ketika Allah mewajibkan shalat Jum’at kepada kaum muslimin, Allah menjelaskan kewajiban yang harus mereka tunaikan kepada Allah dan kewajiban yang harus mereka tunaikan untuk (kemaslahatan) diri mereka sendiri dengan bekerja..
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” [QS. Al-Jum’ah : 9-10].

*Didalam syari’at Islam, pekerjaan secara garis besar terbagi atas 2, yakni*

1. Pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai penyanyi, dukun, penjual/pegawai khamr, pekerja di bank riba, pelacur, pencuri, pengemis, dan sejenisnya dari pekerjaan-pekerjaan yang dilarang oleh syari’at Islam(termasuk bekerja berhubungan dengan hal2 yang diharamkan)
2. Pekerjaan mubah, contohnya banyak sekali, hanya saja sebagian ulama meneyebutkan bahwa “Pokok pekerjaan itu ada tiga: Tani, dagang, industri.” (*Al-Hawi Al-Kabir* 19/180, Al-Mardawi).
Syaikh Masyhur bin Hasan menambahkan: “Dan diantara pokok pekerjaan pada zaman kita sekarang -selain tiga di atas- adalah bekerja sebagai “*pegawai*”dengan aneka macamnya. Hanya saja terkadang sebagiannya bercampur dengan hal-hal yang haram atau makruh tergantung keadaan jenis pekerjaan itu sendiri.”
Beliau juga memberikan catatan (peringatan) , bahwa para pekerja secara umum mempunyai banyak dampak negatif, yakni:
*1. Banyak mengeluh sehingga kurangnya barakah*

Sebagian dari mereka, kebanyakan sering menuntut hak-haknya, denganmengabaikan (melalaikan) kewajiban-kewajiban nya. Sehingga muncullah keluhan-keluhan, yang tak sedikit keluhan-keluhan tersebut berujung kepadaaksi anarkis terhadap perusahaannya, demonstrasi- demonstrasi tak terkendali,memfitnah para pejabatnya, menghibahnya tanpa ada keperluan, dan aksi buruk lainnya.
 
Keluhan mereka umumnya berkisar antara harta dan tahta. Mereka mengeluh karena pendapatan atau bonus mereka tak sebanding dengan pekerjaannya(menurut akal mereka), atau tak sebanding dengan pegawai di instansi lain yang sejenis, atau perbandingan lainnya. Mereka juga mengeluh karena tahta,kedudukan, atau jabatannya yang tak pernah sepadan dengan lamanya ia bekerja, tak sepadan dengan rekan sekerjanya dan seterusnya.
Sadarilah, bahwa *pekerjaan sebagai pegawai adalah amanah*, walaupun engkau diperbolehkan mengadukan kesenjangan- kesenjangan yang dialami dengan carayang arif dan hikmah sesuai ketentuan kepada mereka yang berkewenangan,namun simpanlah keluhan tersebut kepada orang lain yang sekiranya hanya kanmenimbulkan keburukan-keburukan yang telah disebutkan diatas. Dan sebaik-baik keluhan adalah engkau keluhkan dirimu kepada Allah. Lihatlah Nabiyullah Ya’qub,berkata,
إنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إلَى اللَّهِ
“*Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku* .” (QS. Yusuf: 86)
Dan sebaliknya, seburuk-buruknya keluhan adalah engkau keluhkan Rabb-mu, Allah (yang termasuk didalamnya ketetapan takdir-Nya atas dirimu) kepada makhluk.

*2. Kurangnya tawakkal kepada Allah dalam rezeki*

Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan duniamaupun akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, *“Dan barang siapayang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.*” (QS. Ath Tholaq: 3).
Apa bukti kurangnya tawakkal para pegawai kepada Allah? Mereka terlalu menggantungkan diri mereka kepada gaji dan bonus yang ia terima secara rutin, ia tidak sadar walaupun gaji tersebut mereka anggap ‘*pasti*’ dan merupakan kewajiban perusahaan, namun sadarilah bahwa *gaji tersebut sepenuhnya **merupakan karunia dari Allah*, *adapun perusahaan hanya wasilah (perantara) semata*. Dan sungguh Allah Maha Kuasa untuk menghilangkan itu semua, baik dari sisi zatnya maupun keberkahannya.
 
Salah satu buah dari tawakkal tersebut, adalah “*Barangsiapa yang menyandarkan dirinya pada Allah, maka Allah akan beri kecukupan pada urusannya.*” (Al Qurtubhi *rahimahullah *dalam menafsirkan surat Ath Tholaq ayat 3). Sehingga dapat meredam keluhan-keluhan hamba, karena muara dari keluhan adalah nafsu hamba yang tak pernah merasa cukup.
 
*3. Banyaknya Korupsi dan Suap*
Sungguh, pekerjaan sebagai pegawai adalah pekerjaan yang “basah” terhadap korupsi dan suap. Barangsiapa yang tidak berhati-hati maka ia akan tergelincir.
Seorang pegawai, terikat dengan peraturan-peraturan yang ada. kapan ia harus masuk kerja, dan kapan waktunya istirahat, apa yang menjadi pekerjaan dantanggung jawabnya, dan sebagainya. Sehingga, perlu disadari bahwa *menjadi pegawai, bermakna menyerahkan sepenuhnya waktu dan tenaganya untuk perusahaannya*

Barangsiapa yang di dalam waktu kerjanya ia manfaatkan untuk keperluan pribadinya (yang tidak bersifat mendesak atau tanpa izin) dengan meninggalkan pekerjaan dan tanggung-jawabnya, maka ia telah melakukan korupsi. Barangsiapa yang mendapatkan imbalan (bonus) dari pekerjaan yang ia tidak melaksanakannya (atau tidak sempurna pelaksanaannya) , maka ia juga dikatakan telah melakukan korupsi. Bisa juga memanfaatkan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi, misal komputer, fotocopy, mobil dinas untuk mudik dan sebagainya.

Atau Korupsi dengan berbagai modus markup dari belanja perjalanan dinas seperti yang ditulis kompasioner Alam Nasyroh
1. Tidak berangkat sama sekali padahal SPJ/SPPD+SPT sudah diterbitkan..trus kita tetep mau dapet uang perjalanan dinas tersebut. Ini namanya markup full bodong karena semua budget yang seharusnya untuk perjalanan dinas di-makup semua :)
2. Kita tetap berangkat melakukan perjalanan dinas sesuai SPJ/SPPD, namun uang yang seharusnya untuk naik pesawat malah diganti jadi naik becak :)…atau tetep naik pesawat namun dengan pesawat yg harga tiketnya lebih murah. Markup diperoleh dari selisih harga tiket.
3. Kita tetap berangkat melakukan perjalanan dinas sesuai SPJ/SPPD, namun uang yang seharusnya untuk biaya akomodasi dan konsumsi dengan rate tertentu malah tidak dipakai atau malah cuma nginep di rumah teman/family/bahkan ada juga yang di rumah sendiri di kampung…tentunya ada selisih biaya penginapan yang bisa dimarkup:)
4. Kita tetap berangkat melakukan perjalanan dinas sesuai SPJ/SPPD, namun lamanya tugas tidak sesuai dengan perintah alias mengurangi jumlah hari yang seharusnya..lumayan kan dapet selisih hotel + lumpsum/uang harian.
5. SPJ/SPDD+SPT diterbitkan untuk sekelompok orang namun pada pelaksanaanya kita kerjasama dengan teman untuk mengatur supaya sebagian orang tidak berangkat..nah kalo ini kan dapet selisih markup bodong yang dibagi-bagi dengan teman alias saweran bodong :)
6. dan masih banyak lagi modus-modus lainnya…
Begitu juga dengan suap, barangsiapa yang ia memberi atau menerima imbalan dari/ke seseorang atas dasar jabatan bukan atas dasar personal, maka ia telah melakukan suap, baik ada atau tidaknya keperluan atas imbalan tersebut. Adapun bila terdapat keperluan didalamnya (seperti imbalan agar diutamakan urusannya), bahkan yang dengannya melanggar hak-hak orang lain,maka tingkatan (dosa) suapnya lebih besar.
 
*4. Malas dalam bekerja dan kurang perhatian*

Tak sedikit dari pegawai berkata, “Ah, kerja nggak kerja kan gaji tetep dibayar…” atau “… masuk nggak masuk kan tetep gajian..”. Inilah fenomena yang ada, yang tak lain merupakan buah dari kurangnya sifat amanah dan ikhlas dari pekerja. Bermain-main selama bekerja, berselancar di dunia maya, maen game, sibuk di jejaring sosial facebook, twitter dsb. Seandainya ia sempurna dalam keikhlasannya dan dalam menjaga amanahnya tentu ia kan berujar, “Sekalipun gaji terlambat, ku kan tetap bekerja melayani dengan penuh tanggung-jawab. ..”
 
*5. Sangat ambisi dengan gajian akhir bulan*

Berharap dengan harta merupakan naluri dan kodrat manusia, namun bila harapan atau ambisi tersebut berlebihan maka ini yang dicela. Sungguh malang seorang pegawai yang menggantungkan keimanannya kepada gajiannya, bila ia berada di awal bulan maka berkurang keimanannya, bila ia berada di akhirbulan maka bertambah keimanannya (walaupun sebagian mengalami kebalikannya) .
Ia habiskan waktunya hanya untuk aktifitas “menunggu” dan “menghabiskan”gajian. Hal ini kan lebih tampak bagi mereka yang berani mengambil kredit barang mewah (yang bahkan tak sedikit didalamnya tercampur akad ribawiyah) dengan kredit yang lama. Sehingga pikirannya hanya kan dipenuhi dengan target, ‘kapankah barang ini lunas??’, maka jadilah hidupnya begitu berambisi untuk segera mendapatkan gaji, sehingga berlalulah waktu-waktunyayang berharga, kosong (atau minim) dari dzikrullah.
 
*6. Banyaknya sifat nifaq di depan atasan*

Yakni, perkataannya di depan atasan bertentangan dengan hatinya, atau bertentangan dengan kebenaran di dalam hatinya. Ini tak lain agar ia mendapat perhatian lebih dari atasannya, sungguh tidaklah hal ini dilakukan kecuali oleh mereka para pegawai yang cacat sifat tawakkalnya kepada Allah.Maka ketahulah, bahwa Dia-lah Allah yang memberinya kecukupan, bukan atasannya.
Jadilah pegawai yang jujur, karena kejujuran akan membawa kepada kebajikan,dan kebajikan membawa kepada surga. Dan ingatlah kaedah berharga bagi para pegawai bahwa,
*tidak boleh taat kepada makhluk jika diajak bermaksiatkepada Allah*(terambil dari hadits nabi, dan dalam hadits lain juga disebutkan
“*Kewajiban taat (kepada makhluk) hanya dalam perkara-perkarayang ma’ruf (baik-baik)*”.* [HR al- Bukhâri]).*
*Dan sesungguhnya Ia adalah ar-Rozzak (Maha Pemberi Rizki) dan Al-Ghany (Maha Kaya)*
“*Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan*”.[Hud : 15, 16].
Setiap pekerjaan yang sesuai dengan syari’at Islam (halal), maka melakukannya termasuk ibadah, keluarnya dari rumah terhitung fii sabiilillah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ، فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ، فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
“Barangsiapa yang berusaha/bekerja untuk menafkahi kedua orang tuanya, maka terhitung fii sabiilillah. Barangsiapa yang berusaha/bekerja untuk menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya, maka terhitung fii sabiilillah. Dan barangsiapa yang berusaha/bekerja untuk kehormatan dirinya sendirinya (agar tidak meminta-minta), maka terhitung fii sabiilillah. Akan tetapi siapa saja yang berusaha/bekerja untuk bermegah-megahan, maka terhitung fii sabiilisy-syaithaan (di jalan syaithan)”
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 9/23 dan dalam Syu’abul-iimaan no. 3875, Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar no. 1867, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 4214, dan yang lainnya; dishahihkan Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah no. 2232].
Semoga kita dapat mengambil manfa’at yang ada, sehingga jadilah diri-diri ini seorang pegawai yang di ridhai Allah Ta’ala…
*Wallahu’alam *
_________
Faedah diambil dari Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi dan Catatan dari Syaikh Masyhur bin Hasan di dalam kitab beliau*Al-Muru’ah wa Khowarimuha* hal. 193-206, dengan tambahan penjelasan tiap poinnya dari berbagai referensi.

0 comments:

Post a Comment